The Casual Vacancy – J. K. Rowling

16173852Title : The Casual Vacancy (Perebutan Kursi Kosong)
Author : J. K. Rowling (2012)
Translator : Esti A. Budihabsari, Andityas Prabantoro, dan Rini Nurul Badariah
Editor : Tim Editor Qanita
Publisher : Penerbit Qanita
Edition : Cetakan I, November 2012
Format: Hardcover, 596 pages

Di sebuah kota kecil bernama Pagford, Barry Fairbrother meninggal dunia. Barry yang dilahirkan dan besar di Fields–wilayah kumuh yang dibangun Yarvil di atas tanah Pagford dan kini menjadi tanggungan Pagford–perlahan tapi pasti menapaki tangga kesuksesan dengan kerja keras. Dia berhasil menaikkan status sosialnya, keluar dari stigma Fields yang bobrok, membangun rumah di Pagford bersama istri dan anak-anaknya, menjadi anggota dewan yang memperjuangkan status Fields, memperjuangkan orang-orang di dalamnya, kemudian meninggal dunia sebelum perjuangannya selesai.

Kematian Barry merupakan anugerah bagi generasi tua Pagford yang konvensional, yang ingin melepas Fields sepenuhnya dari Pagford. Howard Mollison dan istrinya, Shirley, adalah dua di antaranya, yang juga memegang kursi penting di Dewan Kota. Akan tetapi, dewan masih memiliki dr. Parminder Jawanda yang mendukung dan setia pada pemikiran dan perjuangan Barry Fairbrother. Kedua kubu ini pun berusaha memenangkan orang di pihaknya untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan Barry. Pasangan Mollison mengajukan putranya, Miles, sedangkan pihak yang satunya memiliki Colin Walls, sahabat Barry yang juga adalah wakil kepala sekolah di SMA Winterdown.

Panasnya situasi politik tidak serta-merta membebaskan mereka dari masalah keluarga, pribadi, dan lingkungan. Ketegangan pasangan Mollison akan hubungan mereka berdua, buruknya hubungan Shirley dengan menantunya, Samantha, ketidaknyamanan Samantha akan suaminya; dipenuhi dengan intrik dan kemunafikan.

Pasangan Walls, Colin dan Tessa, mengalami kesulitan mengontrol tingkah laku anak angkat mereka, Stuart ‘Fats’ yang beranjak remaja. Keadaan yang diperparah dengan Colin yang selalu gelisah dengan pikiran dan fantasinya. Kondisi keluarga Jawanda juga tidak lebih baik, dengan putri mereka, Sukhvinder, yang menderita depresi akibat kurangnya perhatian orang tuanya yang sibuk dengan urusan masing-masing, serta ‘bully’ yang diterimanya dari Fats Walls.

Andrew Price, sahabat Fats, harus melakukan berbagai cara untuk menghalangi ayah yang dibencinya, yang kejam dan licik, penyiksa keluarga, mengajukan diri menjadi pengganti Barry.

Krystal Weedon, yang seangkatan dengan Andrew, Fats, dan Sukhvinder di SMA Winterdown memegang satu peran penting dalam perjuangan tarik-ulur Fields oleh kedua kubu. Ibunya yang pecandu dan adik laki-lakinya yang tak terawat menjadi alasan bagi kubu kontra Fields, sedangkan kubu pro Fields melihat usaha Barry untuk menyelamatkan keluarga Weedon yang sebenarnya hampir berhasil sebelum takdir berkata lain.

Penyalahgunaan obat, seks bebas, pertikaian politik, perselingkuhan, yang kemudian memunculkan para pekerja sosial yang gigih, orang tua yang cemas, pasangan yang saling curiga, pencarian jati diri, upaya mendengarkan nurani; ini adalah kisah tentang kota Pagford dan orang-orang di dalamnya. Mungkin bisa saya katakan Pagford adalah miniatur dunia kita, dengan fokus pada orang-orang bermasalah dan cara mereka menghadapi masalah itu, baik dan buruknya. Penulis menjabarkan karakter per karakter dengan rinci, watak mereka, masalah-masalah mereka, latar belakang, cara mereka menghadapinya, serta konsekuensinya.

“Tapi, mengingat masa lalunya,” sergah Miles, “bukankah terlalu sim-salabim jika menyebut dia sudah berubah?”
“Kalau kau terapkan aturan yang sama, mestinya kau tidak dapat SIM, sebab menurut masa lalumu, kau pasti akan menyetir sambil mabuk lagi.”
Miles terperangah sesaat, tetapi Samantha berujar dingin, “Kurasa itu lain soal.”
“Begitu?” balas Kay. “Prinsipnya sama saja.”
“Yah, memang, prinsip kadang jadi masalah, menurutku,” tanggap Miles. “Kadang yang diperlukan hanya sedikit akal sehat.”
“Begitulah orang biasanya menyebut prasangka mereka,” tambah Kay.
“Menurut Nietzsche,” sebuah suara baru yang tajam mengejutkan mereka semua, “filsafat adalah biografi filsufnya.”
(p.272-273)

Memang, hampir tidak ada karakter yang bisa membuat saya bersimpati sepenuhnya pada mereka. Setiap orang digambarkan dengan kekurangannya, dengan keputusan gegabahnya, dan kebodohan mereka. Bahkan janda Barry, Mary Fairbrother, tak banyak menimbulkan belas kasihan, lebih karena jarang dimunculkan dalam kisah ini. Saya lebih bisa bersimpati pada beberapa tindakan dan keputusan mereka, seburuk apa pun mereka pada mulanya, siapa pun mereka. Sangat manusiawi, bukan?

Saya tak pernah meragukan Jo Rowling untuk membuat karya jenis apa pun, dan buku ini membuktikannya. Selain detail karakter, setting, dan kejadian, dia tak menghilangkan sentuhan emosi dalam kata-katanya.

Samantha muak hingga ingin muntah. Dia ingin mencengkeram ruang berantakan yang gerah itu, kemudian meremasnya, sampai porselen indah, perapian gas, dan foto-foto berbingkai mengilap milik Miles pecah berkeping-keping. Kemudian, sewaktu Maureen yang berkerut dan penuh polesan terjebak dan melolong dalam puing-puingnya, Samantha ingin melemparkannya  jauh-jauh sampai ke ufuk matahari terbenam, seperti seorang atlet tolak peluru di luar angkasa. Ruang santai yang remuk dan perempuan tua terkutuk di dalamnya, membubung dalam khayalan Samantha ke langit, tercebur ke samudra tak terbatas, membiarkan Samantha sendiri dalam keheningan jagat raya tak terhingga. (p.328)

Penulis berhasil membuat saya larut dalam hiruk-pikuk kota Pagford, masuk ke setiap rumah dengan rasa penasaran akan masa depan mereka, dalam detail yang membuat saya mengerti perbedaan pola pikir dan membuka mata saya untuk melihat dari berbagai sudut pandang. Lebih dari itu, secara keseluruhan, saya merasakan keterikatan emosi dengan kota Pagford. Buku ini sangat emosional, konflik dan—terutama—akhirnya. Buku ini diakhiri dengan sangat indah; menyesakkan, menyedihkan, tapi indah. Mengingatkan kita bahwa mungkin butuh suatu kejadian kecil yang tragis untuk mengubah manusia, atau sekadar untuk menyelesaikan konflik besar dengan memutus rantai konflik tersebut, atau mungkin hanya untuk menunjukkan sesuatu yang selama ini tak terlihat.

5/5 bintang untuk segala pahit-manis drama dan tragedi ini.

Review #14 for Lucky No.14 Reading Challenge category (Not So) Fresh From the Oven

Review #7 for 2014 TBRR Pile Reading Challenge

Juli #1 : Masalah remaja/keluarga

11 responses to “The Casual Vacancy – J. K. Rowling

  1. zee, hebaaat, kamu berhasil merangkum isi buku ini lewat reviewmu yang jelas. aku kebingungan pas ngereview buku ini saking kompleksnya ceritanya 😀 tapi Rowling emang keren ya 🙂

    • Makasih kak Astrid. Semoga yg belum baca ga bingung baca reviewku, hehe. Iyaah, keren banget, hiks hiks *belumbisamoveon

  2. repiumu keren zee, aku baca ini dari kapan tahun ga selese2 huhuhu *salahkan kesibukan*

  3. Pingback: Scene on Three (48) | Bacaan B.Zee

  4. Pingback: Book Kaleidoscope 2014 – Day 1: Top Five Male Characters | Bacaan B.Zee

  5. Pingback: 2014 TBRR Pile Wrap Up | Bacaan B.Zee

  6. Pingback: Book Kaleidoscope 2014 – Day 5: Top Five Most Favorite Books | Bacaan B.Zee

  7. Pingback: Lucky No. 14 Reading Challenge Wrap Up | Bacaan B.Zee

  8. ini reviewnya bagus banget btw :)))

Leave a reply to bzee Cancel reply