Frankenstein – Mary Shelley

Review in both Bahasa Indonesia and English.

Judul buku : Frankenstein
Penulis : Mary Shelley (1818)
Penerjemah : Anton Adiwiyoto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, November 2009 (cetakan ketiga)
Tebal buku : 312 halaman

Konstruksi jiwa kita memang sangat aneh. Kita hanya dihubungkan oleh ikatan yang sangat tipis menuju kebahagiaan atau kehancuran. (p.45)

Robert Walton memiliki sebuah mimpi, menjelajahi Kutub Utara, wilayah yang belum terjamah oleh manusia. Dia percaya bahwa jika berhasil, usahanya akan bermanfaat bagi umat manusia. Akan tetapi, Victor Frankenstein tidak sependapat dengannya. Walton menemukan Frankenstein hampir tenggelam di lautan beku, dia menolongnya, menjadikannya sahabat, dan sebagai gantinya dia mendapatkan sebuah kisah luar biasa, yang nyaris tidak akan bisa dipercaya oleh manusia di mana pun juga.

Victor kecil adalah anak yang cerdas dan selalu ingin tahu. Dia banyak belajar dan membaca dari buku. Hasratnya akan ilmu pengetahuan begitu besar. Saat menginjak dewasa, dia pergi dari rumah demi menuntut ilmu yang lebih luas dan dalam. Sampai pada suatu ketika, perenungannya menghasilkan sebuah penemuan luar biasa, tentang rahasia kehidupan.

Berbekal rahasia itu, dia bekerja siang malam selama berbulan-bulan untuk menciptakan kehidupan. Setelah berhasil, bukannya lega dan bangga dengan hasil kerjanya, Frankenstein justru merasa ngeri. Dia baru menyadari betapa buruk makhluk ciptaannya, sampai-sampai dia sendiri lari meninggalkan makhluk yang tak tahu apa-apa itu.

Selama berbulan-bulan Frankenstein dihantui oleh pikirannya sendiri akan makhluk itu. Dan setelahnya, hanya mimpi buruk dan kemalangan yang mengikuti Frankenstein ke mana pun dia pergi. Makhluk yang berwujud mengerikan itu bereaksi terhadap penolakannya. Dia menjadi makhluk pendendam yang penuh kebencian. Satu per satu, orang-orang yang disayangi oleh Frankenstein menjadi korbannya.

Saya rasa kisah ini sudah banyak didengar dan diadaptasi dalam berbagai macam bentuknya. Nama Frankenstein sudah tidak asing lagi, meski beberapa orang masih keliru menganggap bahwa Frankenstein adalah makhluk yang diciptakan oleh Victor. Beberapa adaptasi juga tentunya tidak sama persis dengan versi buku aslinya. Jadi setelah membaca sendiri buku versi lengkapnya, saya rasa banyak detail yang sayang untuk dilewatkan.

Kesan yang saya dapatkan sejak halaman-halaman awal adalah bahasa yang digunakan, indah dan sentimental. Setidaknya itu saya rasakan dalam edisi terjemahan ini. Bahasa yang khas Eropa abad pertengahan. Kemudian saya berusaha menyelami masing-masing karakter, serta alasan atas tindakan-tindakannya. Saat Frankenstein berhasil menghidupkan ciptaannya, saya bisa memaklumi jika dia terkejut, kondisi fisik dan mentalnya terlalu lemah karena bekerja keras. Namun setelah itu, mengapa dia bisa menghakimi makhluk itu sebagai iblis, padahal dia sendiri telah menceritakan riwayat hidupnya.

Saya juga sebenarnya agak terganggu dengan logika yang digunakan Shelley. Dia menggambarkan makhluk itu sebagai sosok yang berhati lembut, penuh cinta dan kasih, akan tetapi dengan sebuah penolakan yang dia sendiri sudah tahu alasannya, dia dengan mudahnya dipenuhi oleh dendam dan kebencian. Begitu pula dengan Frankenstein yang tak memberi kesempatan sedikit pun untuk makhluk itu memperbaiki diri. Entah apakah saya yang salah atau terlalu terpengaruh oleh kata-kata manis, tapi saya lebih bisa bersimpati pada ‘monster’ Frankenstein dibandingkan penciptanya.

Alasan-alasan itu tidak menjadikan saya kehilangan minat pada buku ini. Salah satu alasannya mungkin karena ini adalah buku klasik yang sudah dibaca dan diakui secara turun-temurun. Tetapi, ada satu alasan dari saya pribadi, bahwa buku ini berasal dari zaman yang jauh sebelum saya. Pemikiran saat itu tentu jauh berbeda dengan saat ini. Mungkin juga ada suatu pesan yang tak tersampaikan kepada saya dari kalimat-kalimat Shelley yang kubaca di sela-sela pekerjaan. Yang jelas, saya mengakui bahwa ide ini, cara penulisan, alur kisah, dan pesan moral buku ini luar biasa.

Saya suka perpindahan sudut pandang dari Kapten Walton, Dokter Frankenstein, dan juga ‘monster’ Frankenstein yang halus dan disesuaikan dengan kebutuhan kisah. Pembaca diajak untuk selalu menjadi ‘orang pertama’ dalam bagian-bagian kisah tersebut. Kisah ini juga menyiratkan pentingnya suatu penerimaan yang apa adanya, bahwa penampakan luar bukanlah sesuatu yang penting dan bisa jadi menyesatkan. Lebih jauh lagi, Mary Shelley mengajak kita untuk lebih rendah hati sebagai manusia, agar jangan melangkahi kodrat sebagai makhluk, bukannya pencipta. Bahwa ilmu pengetahuan memang wajib dikembangkan, akan tetapi ada suatu area ‘terlarang’ yang tidak boleh dilangkahi, sebuah daerah berbahaya yang selamanya tetap berada di luar kekuasaan manusia.

4/5 untuk rahasia yang belum terkuak.

I think, I don’t completely understand what did Shelley want to tell about the monster and Frankenstein himself. I can not relate that the ‘pure’ creature could suddenly become devil because of one rejection. Note that he (or should I say it?) was learning about love before the moment that changed him.

But above those all, I can’t say that I dislike this book. I do love this book, it was really an extraordinary idea that Shelley wrote at that time. I felt that it was me who can’t digest it as it should. For I love the story, the plot, the changes of point of view, and, of course, the moral. Human aren’t unlimited, we should learn and learn, study and study more, but there are dangerous and forbidden area that we should not pass, because we aren’t perfect enough to do so.

Maybe, this book is meant to be read several times 🙂

Posting bareng BBI tema gothic

Review #5 of Classics Club Project

Entered to The Classic Bribe 2012 Challenge & Giveaway

EDITED (May 2013) : Beberapa minggu yang lalu saya sempat berdiskusi dengan seseorang tentang buku ini, dari beliau saya mendapatkan pencerahan. Di awal saya mengatakan bahwa saya belum bisa mengerti bagaimana makhluk itu bisa menjadi ‘monster’ secara tiba-tiba, dengan hanya satu penolakan, padahal awalnya dia digambarkan berhati lembut. Ternyata, selama membaca kisah ini saya lupa bahwa makhluk yang diciptakan Frankenstein ini adalah buatan manusia, tak sempurna, baik secara wujud maupun emosional. Di balik tubuh raksasanya, makhluk itu sama sekali bukan manusia dewasa. Dia baru saja ‘dilahirkan’, dengan tubuh yang begitu raksasa. Jika seorang anak balita mengalami sesuatu yang tak disukainya, tak dipenuhi keinginannya, mereka bisa marah, bisa merusak benda-benda di sekitarnya. Tapi itu anak-anak, dengan tubuh dan tenaga yang tak seberapa. Bagaimana jika balita itu berukuran raksasa, seperti makhluk Frankenstein? Itulah salah satu alasan mengapa kita bisa mudah merasa kasihan padanya, ketimbang Frankenstein yang lari terus-menerus.

22 responses to “Frankenstein – Mary Shelley

  1. Aku belum pernah baca Frankenstein, dan setelah gak kuat baca Dracula kayaknya agak trauma mau baca Franskenstein. Dan memang aku pikir dulunya rankenstein itu si makhluk, sebenarnya makhluknya berupa apa sih? Penasaran…

    • aku blm baca Dracula sih, tp kyanya Frankenstein ga trlalu serem banget, lebih ke tegang memperkirakan apa yg trjadi. Makhluknya itu dimaksudkan seperti manusia, cm krn ‘tangan’ penciptanya beda ya jadi ga sempurna bentukannya, dr segi ukuran jg besar, lbh kuat, tapi buruk rupa.

  2. aku baca novel ini jaman smp, tapi ngerinya masih kebayang sampe sekarang. suram banget!! antara kasian dan takut sama si monster. emang manusia tuh nggak boleh ngelawan kodrat yah. sok2an jadi Tuhan.

  3. hiya, punyaku masih kesampul plastik, belum dibuka sama sekali, btw, thanks ripiunya mbak

  4. sudah punya belum (berani) baca –“

  5. pengen baca ini, kemaren pas ke gramed ragu-ragu mau beli, diskon sih tapi mikir udah ada GR Solo yg punya bukunya :))

  6. Iya.. Aku juga jd jauh lebih bersimpati sama si monster daripada Victor Frankenstein nya!! 🙂

  7. aku suka banget sama novel ini.. makasih resensinya.. novel yg membuatku bertanya pada pertanyan mendasar: apa baik dan buruk itu?

  8. aku mau baca! aku mau baca! =D ini termasuk novel klasik yah? ._. /berasa buta novel klasik/

    • Yup, ini termasuk klasik. Buku2 klasik lain yang sudah kureview ada di kategori ‘classic’ yg bisa dipilih di menu samping. Kalau mau lebih banyak lagi ada blog khusus buku klasik di bacaklasik.wordpress.com 🙂

  9. Bahwa ilmu pengetahuan memang wajib dikembangkan, akan tetapi ada suatu area ‘terlarang’ yang tidak boleh dilangkahi, sebuah daerah berbahaya yang selamanya tetap berada di luar kekuasaan manusia.

    Suka kalimat ini dan suka reviewnya 🙂

  10. makasih 🙂

  11. Pingback: What We Did Last Summer – The Classic Bribe Wrap-Up |

  12. kira2 kalo gw belinya sekarang masih ada gak ya bukunya ???
    keren nih pastinya

  13. Pingback: First Year Update of The Classics Club Project | Bacaan B.Zee

Leave a comment