Title : MirrorMask
Author : Neil Gaiman (2005)
Illustrator : Dave McKean (2005)
Publisher : HarperCollins
Edition : First edition, first printing
Format : Hardcover, 80 pages
“Real life? Helena, you couldn’t handle real life,”
Helena Campbell adalah seorang remaja dari keluarga sirkus. Ayahnya pemilik sirkus itu, bersama keluarga dan stafnya mereka menjalankan sirkus hampir sepanjang hidup Helena. Dipicu gejolak remajanya, suatu ketika Helena berdebat cukup hebat dengan ibunya, mengeluarkan kata-kata cukup menyakitkan, hingga ibunya jatuh sakit. Gadis itu pun gelisah dalam rasa bersalahnya.
And suddenly I stopped being worried. If you’re in a dream, and you know it’s a dream, then nothing in the dream can hurt you. Right? Well, that’s what I thought at the time.
Malam itu dia terbangun dalam mimpi yang cukup aneh. Dia tahu dirinya sedang tidur selagi dia berada di dunia yang misterius dan dipenuhi oleh makhluk aneh. Namun dia terjebak dalam sebuah petualangan yang tidak diduganya, sementara Helena yang dilihatnya di kamarnya seperti bukan dirinya, membuat masalah semakin runyam. Dalam dunia imajinasi ini dia melihat perwujudan dirinya yang bukan dirinya, penggambaran dunianya yang bukan dunianya, serta orang-orang yang berhubungan dengannya tetapi bukan mereka. Bagaimanapun juga, dia harus pulang dan menyelesaikan masalahnya sendiri, yang dibutuhkannya adalah MirrorMask.
Dalam perjalanannya tersebut Helena juga bertemu dengan Valentine yang bertopeng aneh, yang akan menemani petualangannya mencari MirrorMask dan kembali ke dunianya. Orang misterius dan makhluk ajaib tentu tak akan terlewatkan dalam sebuah petualangan fantasi. Mulai dari perpustakaan, taman hiburan hingga ke istana, membawa tantangannya masing-masing.
But you can’t run away from home without destroying somebody’s world.
Buku ini adalah novella grafis yang berasal dari film oleh kreator yang sama. Ilustrasi McKean tidak asing lagi bagi saya karena dia adalah ilustrator dari beberapa karya Gaiman, pun saya sudah pernah menonton film MirrorMask ini. Dengan ilustrasi asli maupun foto dari film bertebaran di sepanjang buku, kita seolah mengikuti satu per satu scene film tersebut. Permainan tipografi pun sangat terasa dalam membangun suasana, penekanan, serta intonasi. Meski demikian, berbeda dari picture book, narasi dan dialog dalam buku ini cukup panjang untuk menjadi sebuah novella yang bisa berkisah sendiri meski tanpa ilustrasi.
Saya merasa setiap halaman dalam buku ini begitu berharga. Setiap scene menyimpan metafora atau makna berlapis yang semacam tidak akan ada habisnya jika dikaji satu per satu. Berbalut kisah keluarga, persahabatan, percintaan remaja, buku ini memberi penggambaran yang luas tentang kepercayaan, penyesalan, dan memaafkan. Bahkan hal-hal yang paling kecil pun seperti menyentil beberapa aspek kehidupan walau tak berhubungan langsung dengan cerita. Metafora dan personifikasi bertaburan dalam dunia ajaib ini.
MY PAGES TASTE EXCELLENT BUT ARE STICKIER THAN TOFFEE AND VERY DIFFICULT TO CHEW.
Valentine looked disgusted. “What an appaling book. That’s the most useless thing it’s told us so far.”
“No,” I told him. “It’s a very brave thing to say.”
Dulu saat pertama menonton filmnya, saya sudah suka, lalu membaca bukunya kini memberi sebuah pengalaman membaca tersendiri. Mungkin untuk ukuran sebuah buku yang ditulis berdasar film, buku ini relatif terlalu singkat, tetapi dari sesuatu yang singkat ini justru merangsang kita untuk berpikir lebih dalam dan lebih luas. 5/5 bintang untuk kisah singkat yang dalam.