Wuthering Heights – Emily Brontë

Review in both Bahasa Indonesia and English.

Judul buku : Wuthering Heights
Penulis : Emily Brontë (1847)
Penerjemah : Lulu Wijaya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, April 2011
Tebal buku : 488 halaman

Apa jadinya jika cinta dibumbui dengan dendam dan kebencian? Yang terjadi adalah apa yang terlihat di Wuthering Heights. Rumah itu dahulunya ditinggali oleh keluarga Earnshaw yang memiliki dua orang anak, Hindley dan Catherine. Kedua anak tersebut sejak kecil sudah terlihat memiliki ego yang tinggi. Suatu ketika ayah mereka membawa seorang anak berkulit gelap tanpa nama dan keluarga, dan menamainya Heathcliff. Mr. Earnshaw sangat sayang kepada Heathcliff melebihi kepada anak kandungnya sendiri. Tentu saja hal ini membawa kecemburuan, terutama pada Hindley. Catherine yang awalnya juga tidak menyukai Heathcliff lambat laun menjadi sangat akrab, bahkan terlalu akrab kepadanya. Sementara Hindley yang dipenuhi kebencian bersikap keras dan ‘jahat’ kepadanya.

Sepeninggal orang tua Earnshaw, keadaan di Wuthering Heights semakin memburuk. Hindley bersikap semakin kasar, termasuk pada adiknya sendiri. Suatu ketika, Catherine berkenalan dengan kakak beradik Linton, Edgar dan Isabella, yang tinggal di Trushcross Grange, tak jauh dari Wuthering Heights. Oleh karena Catherine menjadi sering bergaul dengan keluarga Linton, Heathcliff cemburu kepada Edgar dan dimulailah segala permainan cinta dan kebencian dalam buku ini. Bahkan sampai pada keturunan mereka, Heathcliff masih juga menaruh dendam kepada siapa saja yang dianggapnya merenggut Catherine darinya.

Sepanjang membaca buku ini saya berpikir, bagaimana bisa manusia punya kegelapan watak yang begitu kompak, saling melengkapi membentuk kisah suram ini. Penolakan, persaingan, kebencian, dendam, dan ambisi seolah menghapus cinta dan harapan yang sebenarnya adalah bibit mula cerita ini. Kadang saya mencoba memahami watak Heathcliff, perasaan Catherine, atau alasan-alasan Hindley. Tapi saya selalu kembali pada satu pertanyaan, dengan terkagum-kagum dan terheran-heran: Apa yang dipikirkan oleh Emily Brontë saat menulis kisah ini?

This book was amazingly made me thinking of complexity of human. The reasons for being mean, the reasons for being such human and inhuman at the same time. What was Emily Brontë thinking about? That question was echoing in my head while I read the book. Because the darkness inside the story was so real, but so far from what I could feel at this time.

4/5 stars for this unbelievable story.

Posting bareng BBI tema gothic

Review #4 of Classics Club Project

Entered to The Classic Bribe 2012 Challenge & Giveaway

Reviewed for A Victorian Celebration

11 responses to “Wuthering Heights – Emily Brontë

  1. Kelam dah, ini tentang cinta intrik dan balas dendam yang benar2 kelam hadehhh

  2. ini salah satu buku paling dark dan bikin depresi yang pernah aku baca, mana baca bahasa inggrisnya dan njelimet banget pula =p tapi emang keren si bronte sister, idenya adaaaa aja ya

  3. iya nih, nyari bahagianya sehalaman pun ga ada, hehe

  4. aku sebenernya mau baca ini tapi gak sempet2 kalo ngeliat tebelnya, hihihi. Btw yang versi Gramedia terjemahnnya OK ya mbak? aku punyanya versi Qanita

    • bagus terjemahannya Gramedia.. klo Qanita biasanya juga bagus sih, cm sempat menemukan yg ‘aneh’ di salah satu buku lain. buruan dibaca, mas, ditunggu review-nya 🙂

  5. hahaha ini buku emang suram banget, weh posting dua review, keren 🙂

  6. Buku ini proyek baca bareng pertamanya BBI lhooo di akhir Mei 2011 *bernostalgia* btw, buku ini salah satu buku paling depressing yang pernah kubaca, setelah selesai baca pun rasanya “dihantui” atmosfer suram begitu… ditambah lagi kalo liat video lagu “Wuthering Heights” nya Kate Bush. Merindiiiiiing……

  7. Pingback: What We Did Last Summer – The Classic Bribe Wrap-Up |

  8. Pingback: First Year Update of The Classics Club Project | Bacaan B.Zee

  9. yang versi indonesia nya ada gk?

Leave a comment