The Old Capital – Yasunari Kawabata

Review in both Bahasa Indonesia and English.

Judul buku : Kota Tua (The Old Capital)
Penulis : Yasunari Kawabata (1962)
Penerjemah : Sigit Parwoto
Penyunting : Herry
Penerbit : Alenia, Maret 2006 (cetakan pertama)
Tebal buku : iv + 196 halaman

Tetapi mungkin takdir seorang gadis adalah untuk mengucurkan air mata. (p.107)

Chieko, gadis 20 tahun itu bukanlah anak kedua orang tuanya. Mereka mengatakan bahwa suatu hari mereka menculik Chieko yang masih bayi. Tapi Chieko yakin bahwa dirinya adalah anak buangan. Meski demikian, Chieko bahagia dengan kedua orang tuanya yang menyayanginya dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Sumber kegelisahannya adalah tentang asal-usul dan status sosial yang disandangnya kini.

Berlatarkan kota tua Kyoto, kita diajak untuk melihat adat dan kebiasaan yang masih berlangsung pada masa itu. Festival-festival beserta detailnya, serta keindahan alam yang dilukiskan secara terinci dan hidup. Beberapa kali juga disebutkan perubahan yang terjadi pada zaman Meiji, pasca pemindahan ibukota dari Kyoto ke Edo/Tokyo.

Pada orang yang tidak terbiasa dengan sastra Jepang (termasuk saya), awal-awal buku ini mungkin terasa membosankan. Alurnya cenderung datar, konfliknya sederhana dan emosi masing-masing karakter tidak digambarkan secara berlebihan. Justru yang lebih dominan adalah gambaran kota itu sendiri, keindahan yang berbeda yang muncul pada setiap musim yang berbeda-beda. Bunga-bunga maple, pohon kampur, daun-daunan pinus, dan lain sebagainya digambarkan secara menggugah. Akan tetapi sejalan dengan konflik yang semakin jelas, emosi justru muncul dengan sendirinya. Penceritaan tidak berubah menjadi lebih terdramatisasi, karya ini indah dalam
kesederhanaannya.

Untuk versi bahasa Indonesianya agak kurang nikmat dibaca, ada kekakuan berbahasa di sana-sini. Meski demikian, beberapa istilah Jepang sudah diberi tambahan catatan kaki yang cukup membantu.

Melalui perjalanan panjang halaman demi halaman buku, mulai dari tidak yakin hingga klimaks yang membuat ingin cepat selesai, kisah ini diakhiri dengan sangat apik. Mengharukan, tapi tak ada yang dikecewakan, tak ada yang janggal dan tidak dipaksakan. Akhir ceritanya sukses memantapkan saya memberi 4/5 bintang untuk buku ini.

The Old Capital was the story about 20 years old girl named Chieko. She had been told by her parents that she wasn’t their real daughter. Chieko was happy, however, her parents gave her love and great affection as the only daughter. The problem was from her feeling of social insecurity, related to cultures and traditions at that time.

Beside the social problem, Kawabata described the old capital (Kyoto) beautifully. From roads to gardens; flowers, trees, forests, were depicted by fancy and elegant sentences. I found it even more dominant than the conflicts of the heroine.

I’m not familiar with Japanese literature. I found that this book was boring at the beginning. It gave no emotional description of the characters. But somehow, as the plot went further, the emotions grew by itself. The author didn’t have to point out the feelings of the characters, he didn’t have to write such dramatic scenes, I could feel emotions in a simple way of his writing.

The ending was great. It was how Kawabata ended the story that made me love this book. This book is beauty in its simplicity.

Entered to The Classic Bribe 2012 Challenge & Giveaway

9 responses to “The Old Capital – Yasunari Kawabata

  1. sounds great! I love Japanese novels although I can only take it a bit at a time especially when it comes to the likes of Haruki Murakami or Kazuo Ishiguro. This sounds different though and I’d definitely like to have a go at it.

    air mata mengucur tidak? Butuh tissue?

  2. I only experienced with one book of Kazuo Ishiguro and, as long as I remember, this one is simpler. I love Ishiguro too because complexity could bring my emotions more intense. Kawabata made it on last few pages, but it was great either.

    Ga sempet nangis sih, baru nyesek halamannya dah abis, hehe.

  3. Pingback: What We Did Last Summer – The Classic Bribe Wrap-Up |

  4. mmm … never hear about the author and the book, I like some of Japanese Literature, not the ‘weird-one’ but usually they give different perspective about living, as the East meet West culture, so interesting so see more. May I recommend Shusako Enco, or rather simple Tetsuko Kuroyanagi in Totto-chan … almost forgot, I will reading Eiji Yoshikawa’s sometimes in next year, maybe you wann join me ?

    • Maybe I’ll try some of them. About Eiji Yoshikawa, belum punya bukunya, tapi boleh lah kalo ada pinjeman nanti, let’s see

  5. kawabata orangnya detil mengungkapkan perasaannya ya…kita yang orang luar Jepang aja bisa terpesona, apalagi orang Jepangnya sendiri kali ya 🙂

  6. Pingback: First Year Update of The Classics Club Project | Bacaan B.Zee

  7. Pingback: Snow Country – Yasunari Kawabata | Bacaan B.Zee

Leave a comment