The Man Who Loved Books Too Much – Allison Hoover Bartlett

8064452Title : The Man Who Loved Books Too Much : The True Story of a Thief, a Detective, and a World of Literary Obsession
Author : Allison Hoover Bartlett (2009)
Translator : Lulu Fitri Rahman
Editor : Indradya Susanto Putra
Publisher : Pustaka Alvabet
Edition : Cetakan I, April 2010
Format : Paperback, xvi + 284 pages

Mungkin dia hanya sedikit lebih gila daripada mereka semua. (p.209)

Apa yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap pencurian buku adalah pengalamannya sendiri yang terpaksa menyimpan satu buku langka, sebelum dirinya harus mengembalikan buku itu ke tempatnya. Penulis sendiri bukan seorang kolektor buku, meski dia membaca dan memiliki keterikatan pada buku-buku tertentu dari masa kecilnya. Dari penjelajahannya di internet, dia menemukan dua orang yang akan menjadi sumber utamanya dalam buku ini. Yang pertama adalah sang pencuri buku, John Gilkey, dan yang kedua adalah Ken Sanders, seorang agen buku langka yang pernah menjadi kepala asosiasi untuk melacak para pencuri buku langka.

Sepak terjang Gilkey sudah sangat termasyhur. Dengan kecerdikan dan kelicikannya, dia bisa mendapatkan puluhan nomor kartu kredit dan menggunakannya dengan hati-hati sehingga pembelian yang dilakukannya terlihat sah sampai saat pemilik kartu kredit menerima tagihannya. Dia juga kerap menggunakan cek kosong, melakukan transaksi melalui telpon umum, melakukan serah-terima di tempat umum, menggunakan identitas palsu, dan lain sebagainya. Keahlian yang lambat laun bisa terbaca oleh Sanders, beberapa kali memasukkannya ke dalam penjara, namun tak lebih dari beberapa bulan dan Gilkey tetap saja bisa lolos dan melakukan kejahatan yang sama.

Sebagaimana yang sering diucapkan kolektor, mengoleksi itu seperti dahaga, dan memiliki satu buku lagi tidak memuaskan dahaga untuk memiliki buku lainnya. (p.99)

Penulis pun menelusuri latar belakang keluarga dan masa lalu Gilkey, menemukan bahwa dia dibesarkan di lingkungan di mana mencuri adalah hal biasa, bahkan di rumahnya pun terjadi pencurian antar penghuninya. Gilkey memandang bahwa koleksi bukunya dapat menjadi alat untuk meningkatkan status sosialnya, dimulai dari satu pencurian, berlanjut ke pencurian berikutnya. Gilkey merasa bahwa jika dia berhasil mencuri satu buku dari satu penjual, maka itu adalah haknya. Dia memandang satu buku tak akan berarti banyak bagi penjual yang memiliki tumpukan buku berharga lainnya, toh dia sudah berusaha mendapatkannya, bagaimanapun caranya.

Bagaimanapun, Gilkey mencuri bukan karena uang, karena dia tidak menjual kembali buku curiannya, sebagaimana beberapa pencuri lain. Gilkey mencuri untuk dikoleksi, untuk dipajang di rak bukunya, untuk meningkatkan harga dirinya. Penulis menyimpulkan bahwa Gilkey mencuri karena kecintaannya kepada buku, salah satu pernyataan penulis yang tidak saya setujui. Apakah memiliki sesuatu demi kebanggaan dan gengsi belaka bisa disebut cinta? Gilkey bahkan tidak berniat membaca buku-bukunya, apakah dia bisa disebut pecinta buku? Menurut saya, kalau diberi kesempatan dan kemampuan untuk mencuri dan mengoleksi benda lain selain buku sejak awal, mungkin dia tetap akan bertindak sama, dan saat itu mungkin dia tidak akan berpikir mengoleksi buku.

Aku mulai merasa bahwa desakan untuk mengoleksi tidak datang tiba-tiba, tetapi mendapatkan momentum setelah, katakanlah, satu atau dua kali pembelian. (p.125)

Saya sangat memahami kebencian dan obsesi Sanders untuk mengejar Gilkey. Bagi saya, Sanders lah pecinta buku yang sejati. Dia mengoleksi buku, merawatnya, dan memperlakukannya sebagaimana seharusnya. Dia menghargai kepemilikan buku, memahami bahwa sebuah buku tidak hanya dinilai berdasarkan edisi dan harganya saja, dia tahu bahwa setiap buku memiliki kisah untuk diceritakan.

“… Aku menghabiskan semua uangku untuk membeli buku-buku pada hari itu. Sampai sekarang aku masih melakukannya. Aku semakin tua, semakin botak, semakin gendut, tetapi rupanya tidak semakin bijaksana.” (Ken Sanders, p.87)

Jika Wall Street memegang buku dan mengubahnya menjadi komoditas investasi berharga tinggi, maka waspadalah. Tak akan ada lagi yang sanggup membeli buku dan kegembiraan yang ada dalam mengoleksi buku akan lenyap. Mayoritas koleksi berada dalam kisaran antara beberapa ratus hingga beberapa ribu dolar. Jika kau mengoleksi apa yang kaucintai dan nikmati, dan selalu membeli yang terbaik sesuai kesanggupan, dan membeli buku dalam kondisi terbaiknya, buku-bukumu akan selalu terbukti menjadi investasi yang baik. (Ken Sanders, p. 115)

Hal lain yang menyebalkan dari Gilkey adalah bahwa dia menganggap penjara sebagai hukuman yang setimpal untuk pencuriannya, dan kemudian dia akan mengambil ‘bayaran’ dari waktunya di penjara dengan mencuri lebih banyak buku lagi. Sejujurnya, saya agak sulit memahami logika si pencuri ini, dia menganggap buku yang sudah berhasil dicurinya adalah haknya, sepenuhnya. Jika dia gagal mencuri, maka dia menyalahkan para penjual buku itu. Dia tidak memikirkan nasib pemilik kartu kredit yang dibajaknya, ataupun pemilik buku yang dicurinya.

Kemahirannya untuk membenarkan pencurian ini sama dengan keahliannya melakukan pencurian. (p.98)

“Aku harus berhati-hati dengan ucapanku karena beberapa agen buku berulang kali membuat pengaduan, berusaha membuatku dalam masalah.” (John Gilkey, p.170)

Banyak hal tak menyenangkan yang dituliskan dalam buku ini jika berhubungan dengan Gilkey, baik karena kelakuannya, maupun karena pendapat penulis yang terkadang tidak sesuai dengan pendapat saya pribadi. Akan tetapi, tak sedikit pula hal menarik yang terdapat dalam buku ini. Informasi mengenai sistem jual-beli buku langka, tipe-tipe kolektor dan penjual, bagaimana kisah buku-buku edisi pertama ditemukan—yang seringkali tidak disengaja ditemukan di gudang dengan harga murah, juga kisah penulis sendiri dengan buku-buku masa kecilnya—yang kini diwariskannya kepada anak-anaknya, memberi perasaan keterikatan yang sama dan tak asing.

Ada perbedaan antara orang yang sekadar mencintai buku dan orang yang mengoleksinya, dan agen berpengalaman bisa tahu mana yang kolektor secepat ketika dia ditanya tentang tempat menyimpan edisi pertama The Hobbit (tidak mungkin ditaruh begitu saja di rak terbuka). (p.86)

Terakhir, penulis kembali menekankan apa yang didapatkannya pada penyelidikannya tidak lain merupakan salah satu bentuk kekuatan yang dimiliki oleh sebuah buku. Sebuah buku membuat orang rela dipenjara. Buku juga membuat orang rela menghabiskan uang dan waktunya. Buku membuat orang-orang seperti Sanders menjadi detektif amatir yang tak dibayar demi menyelamatkan buku-buku dari tangan-tangan seperti Gilkey.

Dorongan menakutkan untuk menghancurkan atau menekan buku merupakan pengakuan terhadap kekuatannya, dan hal ini tidak hanya terjadi kepada naskah ilmu pengetahuan, politik, dan filsafat, tetapi juga buku puisi dan fiksi yang tenang, yang bagaimanapun memiliki kapasitas besar untuk mengubah kita. (p.256)

Kisah ini ditulis semacam esai, dengan alur yang tidak runtut sehingga terkadang saya kesulitan menentukan kapan terjadinya pencurian atau pencarian tersebut. Seringkali terjadi pula perpindahan waktu yang mencolok pada bab yang sama. Pembahasannya pun hanya berupa kumpulan informasi dan pendapat penulis serta beberapa ahli yang diwawancarainya. Meski demikian, pada akhirnya penulis memberi kesimpulan yang masuk akal tentang perilaku Gilkey, bukan secara kejiwaan atau psikologis, tetapi lebih kepada pengamatannya sebagai seorang reporter. Intinya, saya menikmati informasi yang diberikan oleh penulis, tetapi agak kurang puas dengan kedalamannya.

3/5 bintang untuk reportase kisah si pencuri.

Sebelum pameran, aku baru tahu bahwa definisi “langka” bisa sebanyak agen buku itu sendiri. Sebagian besar definisi cenderung main-main. Burt Auerback, seorang juru taksir Manhattan, dikutip telah mengatakan, “Buku langka adalah buku yang harganya jauh lebih mahal sekarang daripada ketika diterbitkan.” Kolektor Amerika yang sudah almarhum, Robert H. Taylor, berkata bahwa buku langka adalah “buku yang sangat kuinginkan dan tak bisa kutemukan.” Ketika orang-orang menjawab dengan serius, mereka semua sependapat bahwa “rare”—langka—adalah istilah yang sangat subjektif. (p.11)

Review #3 for Lucky No.14 Reading Challenge  category Freebies Time

Januari #2 : Buku Santa

Saatnya menguak siapa tersangka Secret Santa saya. Sebagaimana sudah saya tuliskan di postingan ini, Santa saya ini mengaku sebagai kawan seperjuangan Kartini. Pikiran saya saat itu terpecah menjadi dua, yaitu kawan Kartini yang sesungguhnya, yang mana saya sama sekali tidak punya ide siapa namanya, atau, kawan dalam arti sama-sama pejuang wanita. Meski begitu, hanya satu nama sebenarnya yang terbersit dalam pikiran saya sejak awal, yaitu Dewi Sartika, dan itu karena postingan ini (hey, ada komen saya di situ) dan ini (sayangnya karena suatu hal saya tidak jadi berpartisipasi). Jadi, semoga tebakan saya tidak salah, Santa saya adalah wanita cantik dari Sulawesi yang saat ini tinggal di Bandung, yang bernama lengkap Atria Dewi Sartika dan memiliki blog buku My Little Library.

Terima kasih ya, Santa, saya suka sekali bukunya. Walaupun ‘hanya’ tiga bintang, saya puas sudah membaca buku ini. Seandainya bukan dari kamu, mungkin saya tidak akan menyelesaikannya secepat ini. Terima kasih *ketjup*. Oiya, saya tidak tahu apakah kamu sudah tahu atau belum, tapi Hujan Bulan Juni sudah pernah saya review sebelumnya di sini, jadi buku bercover cantik darimu masuk ke dalam koleksi berhargaku yang akan kubaca ulang sewaktu-waktu *ketjuplagi*.

Jadi, benar kan, Santa, kalau namamu Atria?

17 responses to “The Man Who Loved Books Too Much – Allison Hoover Bartlett

  1. Hmm, apakah tebakan Bzee benar? Kita tunggu kedatangan SS-nya di sini ya 🙂

  2. whua, kayaknya riddlenya mengarah ke situ. tapi bener nggak ya?

  3. jadi pingin baca ulang buku ini…

  4. Ikut nungguin kedatangan santanya Zee. *belum baca dan belum punya bukunya juga*

  5. Dapet ini sama Hujan Bulan Juni, Mbak? Wuaaaah asyik sekali 😀

  6. ini kayaknya bukan cinta lagi ya, malah berambisi banget..

  7. hihihi ak bisa nebak dari namanya 😀

  8. *datang tergopoh-gopoh sambil lepas jenggot, lepas karung hadiah*
    He..he.. iya, Mbak saya adalah santa Mbak Bzee.
    Saya senang mbak suka dengan bukunya. Terutama untuk Hujan Bulan Juni saya rasa cover dan edisi itu layak dijadikan koleksi. Makanya langsung saya comot untuk dijadikan hadiah (^_^)

    Maaf kalau ada sebersit ras kecewa. Ini pertama kalinya saya ikut event Secret Santa BBI. Jadi masih kagok..He..he..

    Walaupun kita belum pernah ketemu langsung, semoga ini bisa menguatkan rasa kekeluargaan kita ya, Mbak *peluk erat, ketjup sayang*

    • Hallo, Santa kawannya Kartini. Senang banget dapat buku ini, soalnya memang penasaran dan sudah sulit dicari. Makasih juga untuk riddlenya, semoga suatu saat bisa ketemu langsung *peluk balik*

  9. Pingback: Scene on Three (29) | Bacaan B.Zee

  10. Pingback: Lucky No. 14 Reading Challenge Wrap Up | Bacaan B.Zee

Leave a comment