Pada Suatu Hari Nanti / Malam Wabah – Sapardi Djoko Damono

Malam-Wabah-Pada-Suatu-Hari-NantiJudul : Pada Suatu Hari Nanti
Penulis : Sapardi Djoko Damono (2013)
Penyunting : Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul & ilustrasi isi : Upiet
Penerbit : Bentang Pustaka
Edisi : Cetakan pertama, Juni 2013
Format : Paperback, x + 94 halaman

Apa gerangan beda antara nasib dan takdir? Kalau kita mengajukan pertanyaan itu kepada Rama dan Rahwana, tentu jawaban mereka berbeda. Apalagi kalau mengajukan pertanyaan tersebut kepada Laksmana atau Sita. Ada nasib buruk, ada nasib baik; tetapi adakah takdir buruk? Kalau jawabannya “tak ada”, maka semua takdir itu baik.
Siapa yang menentukan takdir, dan apa pula ukuran baik dan buruk? Kalau ada tokoh wayang yang ditakdirkan sebagai danawa, apakah itu buruk? Apakah semua kesatria takdirnya baik? Namun, kalau nasibnya buruk, apa tetap saja harus dikatakan bahwa takdirnya baik? …
(Dongeng Rama-Sita, hal.1)

Paragraf pembuka dalam cerita pertama buku ini sepertinya merupakan cara penulis untuk menggiring kita pada kisah yang akan diceritakannya, menurut versinya. Buku ini berisi sembilan buah cerita pendek, kumpulan ini dibuat dari dongeng atau legenda yang sudah lama ada di Indonesia. Bedanya, penulis memutarbalikkan karakter maupun kejadian sedemikian rupa sehingga keseluruhan kisah menjadi baru dan menarik.

Cerita yang paling saya favoritkan adalah yang menjadi judul dalam kumpulan ini, Pada Suatu Hari Nanti, mengisahkan Nawang yang menunggu surat. Yah, ada berapa Nawang dalam dongeng kita? Yang jelas kisah ini unik dan kocak karena sentuhan modernnya, merupakan salah satu cerita paling pendek namun sangat berkesan. Ada pula Dongeng Kancil, mengisahkan bagaimana kancil sudah tak punya mangsa lagi karena hewan-hewan lain sudah mengetahui rencana licik yang akan dilakukannya. Legenda Malin Kundang yang diceritakan penulis pun tak menunggu kalimat pertama untuk menjadi kocak, karena kisah ini diberi judul Sebenar-Benar Dongeng tentang Malin Kundang yang Berjuang Melawan Takdir Agar Luput dari Kutukan Sang Ibu. Epic!

Buku ini bisa saya katakan OVJ dengan rasa sastra. Penuturannya indah, dengan sentuhan humor yang ‘berkelas’. Setiap kisah dalam buku ini sukses membuat saya terkagum-kagum oleh diksi dan kalimatnya yang indah, sekaligus terpingkal-pingkal oleh selera humor penulis, juga sesekali menepuk dahi.

Tanpa ragu, 5/5 bintang untuk komedi sastra terbaik yang pernah saya baca.

Malam-WabahJudul : Malam Wabah
Penulis : Sapardi Djoko Damono (2013)
Penyunting : Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul & ilustrasi isi : Upiet
Penerbit : Bentang Pustaka
Edisi : Cetakan pertama, Juni 2013
Format : Paperback, vi + 88 halaman

Sebenarnya, meski dicetak menjadi satu, buku ini adalah buku yang berbeda dengan Kumpulan Cerita Pada Suatu Hari Nanti. Buku ini disusun di sebaliknya, sehingga kita bisa membaca dari sisi mana pun kita mau. Kumpulan Cerita Malam Wabah berisi tiga belas cerita yang merupakan karya asli sang penulis.

Kreativitas dan imajinasi sang penulis sangat terlihat di sini. Beberapa kejadian dalam buku ini bisa dikatakan absurd, tragis, tapi nyata. Penulis seolah ‘menelanjangi’ kehidupan dengan cara yang unik. Tidak hanya menceritakan manusia-manusia dari sisi yang jarang disorot oleh kebanyakan orang, salah satu kisah bahkan menggunakan benda mati sebagai narator.

Saya tidak tahu Saudara siapa, tetapi saya sangat mengharapkan agar Saudara-lah yang nanti mengontrak saya. Saya suka kepada Saudara karena Saudara kadang-kadang membaca cerita pendek—oleh karena itu, tentunya melek huruf, sabar, cerdas, berpengetahuan luas, dan intelek, hanya saja tidak mampu membeli rumah. (Rumah-Rumah, hal.4-5)

Selain cerita Rumah-Rumah, salah satu yang paling berkesan untuk saya adalah Bingkisan Lebaran. Bukan karena saya suka ceritanya, namun bagaimana sebuah pesan untuk ‘jangan bergantung pada siapa pun’ bisa diartikan sedemikian luas sekaligus kaku oleh seorang anak. Bagaimana sebuah prinsip dapat menyebabkan masalah, dan bagaimana penyelesaiannya pun tak kalah mencengangkan. Kisah ini bagaikan sebuah paradoks yang menggelitik logika dan emosi saya.

Kumpulan ini sarat akan kritik sosial, dalam berbagai aspeknya. Secara keseluruhan, saya suka sekali dengan tema-tema yang diangkat oleh penulis. Universal dan sangat mengena dengan kondisi negara kita saat ini.

Nah, kita keluar dari jalan protokol sekarang. Tentu kau mencium bau sedap berbagai makanan. Ya, trotoar jalan ini sudah menjadi pasar, Nak. Pejalan kaki harus mengalah, harus berjalan di pinggir jalan agar tidak tertabrak mobil atau motor karena tak ada lagi trotoar. Ada sih, ada, tetapi mereka tak berhak lagi menggunakannya. (Membimbing Anak Buta, hal.80)

4/5 bintang untuk suara-suara yang tak terkatakan, juga suara-suara yang terabaikan.

Review #5 untuk Membaca Sastra Indonesia 2013 (Kontemporer #3)

*Posting bersama BBI Agustus (1) Sastra Indonesia atau buku yang ditulis penulis Indonesia.

17 responses to “Pada Suatu Hari Nanti / Malam Wabah – Sapardi Djoko Damono

  1. Klo soal Kumcer nyerah deh, cuman bisa suka dan paham beberap penulis. Ini bukan puisi-puisi kan mbak ?
    Btw, klo sempat masukan entry di Asian’s Lit Club, ini bisa dijadikan salah satunya buat penggemar Indonesian’s Lit 😀
    *blogwalking*
    [ http://asian-literature.blogspot.com/2013/08/books-ronggeng-dukuh-paruk.html ]

  2. antree minjemmm

  3. pada suatu hari nanti tuh judul puisinya sdd juga kan ya? baru ngeh kalo ada kumcernya juga. dan nggak nyangka isinya lucu 🙂 kapan2 mau coba baca ah…

  4. Eh samaan sama mba fer yaa..
    SDD itu puitis bahkan sampe di cerpen juga kah? aku suka gagal baca kata-kata puitis *gak romantis sama skali*

    • hmm, puitisnya SDD itu ga susah kok, imo. ya contohnya kaya kutipan2ku itu, bahkan puisinya pun bukan yg berbunga2 tapi ttp bisa romantis, aku juga udah ngreview kumpulan puisi yg Hujan Bulan Juni di sini, lihat aja 😉

  5. Segera berburu buku ini….

  6. Aku jadi penasaran sama kumpulan cerpen pak SDD ini. Sepertinya saya bakal suka 🙂

  7. Pingback: Baca Bareng BBI Januari – Desember 2013 | Mia membaca

  8. Pingback: Selesai Membaca Sastra Indonesia 2013 | Bacaan B.Zee

  9. Pingback: Trilogi Soekram – Sapardi Djoko Damono | Bacaan B.Zee

Leave a comment