Tag Archives: The Classics Club Project

The Seven Poor Travellers – Charles Dickens

4906089Title : The Seven Poor Travellers
Author : Charles Dickens (1854)
Publisher : Project Gutenberg
Edition : April 3, 2005  [eBook #1392]

Strictly speaking, there were only six Poor Travellers; but, being a Traveller myself, though an idle one, and being withal as poor as I hope to be, I brought the number up to seven.  This word of explanation is due at once, for what says the inscription over the quaint old door?

RICHARD WATTS, Esq.
by his Will, dated 22 Aug. 1579,
founded this Charity
for Six poor Travellers,
who not being ROGUES, or PROCTORS,
May receive gratis for one Night,
Lodging, Entertainment,
and Fourpence each.

Di rumah tersebut, pengembara ketujuh ini masuk dan mempersembahkan makan malam Natal untuk keenam pengembara miskin tersebut. Dan sebagai salah satu tradisi juga, dia menceritakan sebuah kisah tentang pejuang di masa perang; Richard Doubledick.

Singkat cerita, kehidupan Richard Doubledick sudah hancur, hingga suatu saat, pimpinannya–Captain Taunton—memanggilnya, dan mengatakan sesuatu yang mengubah kehidupan Doubledick selamanya. Dia kembali ‘hidup’ dan memiliki tujuan hidup, serta menyimpan utang budi pada sang Kapten.

Kepulangannya pun mengembalikan kehidupan lamanya menjadi lebih baik, hingga dia dihadapkan pada satu situasi dia berkesempatan membalas utang budinya pada Captain Taunton tetapi dengan cara merenggut kehidupan orang lain. Apakah memaafkan bisa melunasi utangnya tersebut, menilik kondisi yang ‘tak biasa’ dari dendam yang muncul tersebut?

Selepas menceritakan kisah ini, sang pengembara miskin ketujuh ini melanjutkan perjalanannya.

Brightly they shone, but not so brightly as my own fire, and the brighter faces around it, when we came together to celebrate the day.  And there I told of worthy Master Richard Watts, and of my supper with the Six Poor Travellers who were neither Rogues nor Proctors, and from that hour to this I have never seen one of them again.

Perjalanan sang narator—pengembara ketujuh—ini sebenarnya singkat saja, tetapi penceritaan khas Dickens yang kaya deskripsi mengajak kita mengagumi apa-apa yang ditemuinya di perjalanan. Namun, tetap saja rasanya masih terlalu singkat dan kurang ‘ada apa-apa’ dalam perjalanannya yang dituliskan menjadi dua bab, pertama dan ketiga/terakhir.

Saya sendiri lebih menikmati kisah yang diceritakannya tentang Richard Doubledick, dalam satu bab penuh, bab kedua. Tentang bagaimana melanjutkan hidup dengan memaafkan dan melepaskan beban sepenuhnya, termasuk memaafkan diri sendiri.

2.5/5 bintang untuk cerita pendek dalam cerita pendek.

Review #31 of Classics Club Project

7 Kisah Klasik – Edgar Allan Poe (+ GIVEAWAY)

7 Kisah Klasik Edgar Allan Poe [Diva] web2Title : 7 Kisah Klasik Edgar Allan Poe (taken from The Works of Edgar Allan Poe Vol. 1-5)
Author : Edgar Allan Poe
Translator : Diyan Yulianto dan Slamat P. Sinambela
Editor : Misni
Publisher : DIVA Press
Edition : Cetakan pertama, September 2015
Format : Paperback, 204 pages

Contents:
1. Kucing Hitam / The Black Cat (1843)
2. Jantung yang Berkisah / The Tell-Tale Heart (1843)
3. Kumbang Emas / The Gold Bug (1843)
4. William Wilson (1839)
5. Potret Oval Seorang Gadis / The Oval Portrait (1842)
6. Runtuhnya Kediaman Keluarga Usher / The Fall of the House of Usher (1839)
7. Obrolan Bersama Sesosok Mumi / Some Words with a Mummy (1845)

Puncaknya, kesadaran benda mati itu ada pada genangan air telaga yang hening tak tersentuh di pinggir rumah. (p.160, Runtuhnya Kediaman Keluarga Usher)

Ketujuh kisah dalam buku ini masing-masing memiliki keunikannya sendiri. Teror dan misteri yang ditampilkannya seolah menelusuri satu per satu ketakutan dan rasa penasaran manusia. Sebelumnya, kisah Kucing Hitam sudah dibahas sekilas di blog Baca Itu Beken beserta proses penerjemahan buku ini. Sedangkan kisah Kumbang Emas sudah dibahas secara mendetail di Mari Ngomongin Buku. Lima dari tujuh kisah tersebut memang bergenre horor, sedangkan Kumbang Emas merupakan petualangan, dan Obrolan Bersama Sesosok Mumi lebih ke arah satir, yang masih sangat relevan pada masa sekarang. Benang merahnya adalah pada hal-hal yang menantang akal sehat manusia.

Meski sebagian besar misteri itu tak terjelaskan secara nalar dan sulit dipercaya, saya justru merasa bahwa Poe memiliki naluri psikiatris yang peka. Seperti (apa yang tampaknya sebagai) halusinasi pendengaran dari seseorang yang (merasa) bersalah dalam kisah Jantung yang Berkisah, bukan sekadar horor mistis biasa. Sang narator menggunakan sudut pandang orang pertama, menceritakan bagaimana dirinya yang dihantui oleh kepekaan inderanya sendiri, terobsesi pada mata seorang pria tua yang digambarkan seperti mata burung pemakan bangkai—biru pucat yang dilapisi selaput tipis. Dari caranya berkisah, kita dibawa ke dalam ketakutannya yang ‘tidak sehat’ pada pria tua itu, yang mungkin juga memiliki misterinya sendiri.

Lain halnya dengan Runtuhnya Kediaman Keluarga Usher yang juga berimbas secara fisik, ‘gangguan’ ditampakkan pada kawan sang narator, yang tentu saja memberikan teror tersendiri bagi sang narator. Apa saja yang bisa dilakukan oleh seseorang yang ‘terganggu’ jiwanya, kita tak pernah tahu. Apakah itu ulah jiwa yang terganggu, atau ada sesuatu yang lain di baliknya, itulah misterinya. Uniknya, di sini penulis mengangkat bagaimana seorang yang terganggu jiwanya ternyata memiliki bakat yang luar biasa di bidang tertentu. Manusia dengan berbagai dinamika jiwanya selalu meninggalkan misteri bagi orang-orang di sekitarnya.

Saya pernah mengatakan bahwa kisah misteri akan tetap menjadi misteri jika kita tak tahu penjelasan logisnya, bahwa penjelasan justru akan menghilangkan kisah mistis dari kisah tersebut. Dan hal inilah mengapa lebih singkat berarti lebih mistis. Selaras dengan itu, Poe beranggapan bahwa kisah yang baik adalah kisah yang pendek, yang dapat dibaca dalam sekali duduk. Menurutnya, adanya jeda dalam membaca suatu cerita akan merusak kesan keseluruhan kisah tersebut. Oleh karena itulah, hampir semua karya yang dihasilkan Poe seumur hidupnya berupa cerita pendek atau puisi. Potret Oval Seorang Gadis membuktikan kelihaiannya membuat cerita yang benar-benar pendek, tapi menampilkan misteri yang tak kalah menegangkan.

“…. Tapi, mungkin juga, alasan yang sesungguhnya adalah karena usia kami yang sudah tidak muda, yang sudah terbiasa melihat berbagai hal tak masuk akal, dan kecenderungan kami untuk meyakini bahwa selalu ada penjelasan untuk setiap hal yang tidak masuk akal dan mustahil sekalipun. ….” (p.184, Obrolan Bersama Sesosok Mumi)

edgar allan

Sekarang, saatnya kuis. Silakan simak ketentuannya:

  1. Peserta kuis berdomisili atau memiliki alamat di Indonesia
  2. (Wajib) Follow Twitter@divapress01. atau like fanpage Facebook Penerbit DIVA Press.
  3. (Wajib) Membagikan post ini minimal satu kali di Twitter atau Facebook.
  4. Jawab pertanyaan ini di kolom komentar, cukup satu kali saja:

Menurut kalian, apa teror terbesar bagi jiwa manusia, atau, kondisi jiwa semacam apa yang menurut kalian paling menakutkan.

Jelaskan jawaban kalian dalam tidak lebih dari 7 kalimat.

  1. Format jawaban:

Nama:
Twitter/Facebook:
Email:
Link share:
Jawaban:

  1. Giveaway ini berlaku sampai hari Minggu, 25 Oktober 2015. Pengumuman pemenang pada hari Senin, 26 Oktober 2015.
  2. Pemenang akan saya pilih berdasarkan jawaban yang paling menarik, dan akan mendapatkan sebuah buku ini dan sebuah novel terbaru DIVA Press.

Semoga beruntung!

Pride and Prejudice – Jane Austen

PnPTitle : Pride and Prejudice
Author : Jane Austen (1797)
Publisher : Wordsworth Classics
Format : Paperback, 329 pages

Pasangan Bennet memiliki lima anak perempuan yang sedang beranjak dewasa. Oleh karena tidak memiliki anak laki-laki, seluruh kekayaan Mr.Bennet akan jatuh pada seorang sepupu jauh jika dia meninggal dunia. Hal ini membuat Mrs.Bennet begitu berambisi menikahkan putri-putrinya, dan kalau bisa, dengan pria yang mapan.

Kelima Bennet bersaudari memiliki karakter yang berbeda-beda. Jane si sulung yang cantik dan merupakan cermin wanita ideal masa itu, Elizabeth/Lizzy yang cerdas dan merupakan favorit ayahnya, Mary si kutu buku, serta Catherine/Kitty dan Lidya yang bebas. Kisah dibuka dengan kedatangan seorang pria kaya di Netherfield, tak jauh dari kediaman Bennet di Longbourn. Pria itu, Mr.Bingley, kabarnya sedang mencari istri, dan secara otomatis, Mrs.Bennet mengharapkan salah seorang putrinya yang terpilih. Tidak mengejutkan jika kemudian Jane menarik perhatian pria itu, begitupun sebaliknya. Di samping itu, Bingley memiliki seorang teman yang juga kaya, tapi kaku dalam pergaulan hingga tampak sombong, Mr.Darcy. Sejak awal terlihat ada gesekan antara Darcy dengan Lizzy, tetapi tampaknya rasa sebal Lizzy pada Darcy tidak berlangsung dua arah.

Hubungan ini berjalan cukup rumit, Lizzy mau tidak mau harus sering berhubungan dengan Darcy karena kawannya diharapkan menjadi calon iparnya, ditambah saudari-saudari Bingley yang nantinya akan mengganggu hubungan saudara mereka dengan Jane. Pada suatu kesempatan, dia juga akan berkenalan dengan Wickham yang akan memberinya sudut pandang yang berbeda tentang Darcy. Singkatnya, Lizzy yang sangat ingin tidak berhubungan dengan Darcy yang memiliki citra negatif di matanya, selalu berkesempatan untuk mengalami sebaliknya, dan disadari atau tidak, dia justru menjadi penasaran tentang kisah hidup orang yang dibencinya itu.

‘Perhaps,’ said Darcy, ‘I should have judged better, had I sought an introduction, but I am ill-qualified to recommend myself to strangers.’
‘Shall we ask your cousin the reason of this?’ said Elizabeth, still addressing Colonel Fitzwilliam. ‘Shall we ask him why a man of sense and education, and who has lived in the world, is ill qualified to recommend himself to strangers?’
‘I can answer your question,’ said Fitzwilliam, ‘without applying to him. It is because he will not give himself the trouble.’
‘I certainly have not the talent which some people possess,’ said Darcy, ‘of conversing easily with those I have never seen before. I cannot catch their tone of conversation, or appear interested in their concerns, as I often see done.’
‘My fingers,’ said Elizabeth, ‘do not move over this instrument in the masterly manner which I see so many women’s do. They have not the same force or rapidity, and do not produce the same expression. But then I have always supposed it to be my own fault—because I will not take the trouble of practising. It is not that I do not believe my fingers as capable as any other woman’s of superior execution.’
Darcy smiled and said, ‘You are perfectly right. You have employed your time much better. No one admitted to the privilege of hearing you, can think anything wanting. We neither of us perform to strangers.’
(p.150-151)

Dinamika sosial pada masa itu digambarkan dalam obsesi Mrs.Bennet. Bagaimana dia dan orang-orang dalam lingkarannya memandang pria dan wanita, bagaimana para wanita berlomba-lomba menarik perhatian para pria, dan bagaimana para pria bersikap dalam posisinya yang ditentukan oleh kekayaan. Tidak terlalu banyak konflik yang berarti selain hubungan-hubungan itu dan pandangan masyarakat terhadapnya. Karakter para putri Bennet yang disorot hanya Jane dan Lizzy, serta Lydia yang nantinya akan mengguncang keluarga itu. Jane yang serba sempurna dan Lizzy yang mandiri saling mengisi dan melengkapi, baik dalam kisah maupun dalam penggambaran satu sama yang lainnya. Kemunculan dan hubungan keduanya memperjelas perbedaan dan pandangan hidup masing-masing.

‘Oh! you are a great deal too apt you know, to like people in general. You never see a fault in anybody. All the world are good and agreeable in your eyes. I never heard you speak ill of a human being in my life.’ (p.15)

Buku ini banyak memotret kejadian dan dialog sehingga, bagi saya, agak membosankan. Terkecuali beberapa momen kecil yang bisa membuat saya tertawa atau kagum, keseluruhan buku ini memiliki konflik yang itu-itu saja dan penyelesaian yang bisa ditebak. Perkembangan karakter tidak terlalu tampak, hanya perubahan drastis dari sudut pandang satu sama lain dikarenakan kesalahpahaman atau ketidaktahuan. Karya ini dipuji-puji karena merupakan potret akurat dari kondisi sosial masa itu, serta karakter Lizzy yang mendobrak stigma tentang perempuan. 2.5/5 bintang untuk perkenalan saya dengan Austen.

‘I wish I could say anything to comfort you,’ replied Elizabeth; ‘but it is wholly out of my power. You must feel it; and the usual satisfaction of preaching patience to a sufferer is denied me, because you have always so much.’ (p.276)

September : Sastra Eropa

September : Sastra Eropa

Review #29 of Classics Club Project

Review #34 for Lucky No.15 Reading Challenge category Bargain All The Way

Just So Stories – Rudyard Kipling

Review in Indonesian and English
just so storiesTitle : Just So Stories (Sekadar Cerita)
Author : Rudyard Kipling (1902)
Translator : Maggie Tiojakin
Illustrator : Staven Andersen
Publisher : Gramedia Pustaka Utama
Edition : Cetakan pertama, Desember 2011
Format : Paperback, 160 pages

Dua belas ‘sekadar cerita’ yang bukan sekadar cerita. Cerita-cerita Rudyard Kipling benar-benar memanjakan imajinasi pembaca dengan untaian kisah yang membuat saya terpana, tertawa, menepuk kening, sampai mengagumi keindahannya. Selain kisah dan bahasanya yang indah, setiap kisah diakhiri dengan sajak yang merangkum sekaligus menyimpulkan kisah sebelumnya.

Saya salut dengan penerjemah yang berhasil mentransformasikan keindahan bahasa penulis dalam bahasa Indonesia. Namun sayangnya, saya menemukan beberapa ketidakakuratan dalam terjemahan tersebut. Dan ternyata setelah saya bandingkan sekilas dengan aslinya, tampak bahwa proses penyuntingan (baik diksi maupun makna) agak kurang sempurna, ada satu tahapan terlewatkan yang mengurangi keindahan buku terjemahan ini.

Terlepas dari itu, kisahnya sendiri sangat luar biasa. Rasanya luar biasa membaca bagaimana pola di kulit zebra dan jerapah terbentuk, bagaimana sikap kucing sejak zaman dahulu kala, hingga kisah pasangan kupu-kupu yang sangat manis. Kisah favorit saya adalah bagian yang menceritakan awal mula penulisan surat dan penemuan alfabet oleh Taffy. Gadis cilik yang cerdas dan menggemaskan, yang tingkahnya menyusahkan banyak orang, tetapi yang dilakukannya sungguh luar biasa. Ada beberapa bagian yang menurut saya agak hambar, karena bagaimanapun juga, humor klasik bisa saja berbeda ‘rasa’ di setiap masa. 4/5 bintang untuk imajinasi liar yang klasik.

I read the Indonesian translation, re-illustrated by Indonesian illustrator. As any other translations, there must be something lost. I did can see the beauty, still I plan to re-read the English version of this work to get more enjoyment. However, Kipling’s imaginations really blew me up with joy. From what the forest did to zebra’s and giraffe’s skin, what the cat was at prehistorical time, to the lovely butterfly couple. My favourite part is the invention of letter and alphabet by Taffimai Metallumai (Taffy). Beside the jaw-dropping events, I like Taffy’s character. She was smart and lovely, though she put a lot of people into trouble. Some details of the stories sound cheesy for me, because, after all, it’s classic. Some humours may not last forever.

Review #28 of Classics Club Project

Review #32 of Children’s Literature Reading Project

Review #33 for Lucky No.15 Reading Challenge category It’s Been There Forever

The Old Curiosity Shop – Charles Dickens

The Old Curiosity ShopTitle : The Old Curiosity Shop
Author : Charles Dickens (1841)
Illustrator : George Cattermole and Hablot K. Browne
Publisher : Penguin Books
Edition : Penguin English Library, 2012
Format : Paperback, 748 pages

Nell Trent tinggal bersama kakeknya di Old Curiosity Shop, toko yang menjual berbagai macam benda koleksi. Meski hidup dalam kesederhanaan (bahkan kekurangan), Nell merasa cukup bahagia karena dia dan kakeknya saling memiliki dan menyayangi. Sayangnya, kakeknya tidak berpikiran sama. Dia berambisi untuk membahagiakan dan meningkatkan taraf hidup cucunya itu, dengan cara berjudi. Jalan pintas yang dilaluinya itu bukannya membantu, tetapi justru menjebaknya dalam lilitan utang dan angan-angan kosong yang terus menghantuinya.

shopDi tengah kesulitan yang dibuat oleh kakeknya, muncul pihak-pihak yang ingin memanfaatkan hal itu demi ambisinya sendiri. Sebut saja Quilp yang kejam, yang mengambil alih Old Curiosity Shop sebagai pengganti utang yang tidak mempu dibayar kakek Nell. Ada juga Frederick, kakak Nell yang berhati busuk, yang mengatur jebakan untuk adiknya sendiri. Namun, Nell tidak sendirian, ada Kit Nubbles, pelayan sekaligus sahabat yang selalu ada untuk Nell, saat tidak ada siapa pun yang bisa melindunginya.

Bagaimanapun, tekanan yang mereka terima ternyata sangat mengguncang kakek Nell. Demi kebaikan keduanya, mereka harus meninggalkan rumah, meninggalkan London secara diam-diam, termasuk meninggalkan Kit yang sempat disalahpahami. Jadilah Nell dan kakeknya mengalami sebuah perjalanan yang mempertemukan mereka dengan banyak orang, berbagai pengalaman yang menguji dan mendewasakan keduanya. Terutama Nell, yang meski baru berusia empat belas tahun, seringkali harus bertindak lebih dewasa karena sang keterbatasan sang kakek.

nell

While he, subdued and abashed, seemed to crouch before her, and to shrink and cower down as if in the presence of some superior creature, the child herself was sensible of a new feeling within her, which elevated her nature, and inspired her with an energy and confidence she had never known. There was no divided responsibility now; the whole burden of their two lives had fallen upon her, and henceforth she must think and act for both. ‘I have saved him,’ she thought. ‘In all dangers and distresses, I will remember that.’ (p.424)

Kita dibawa dalam ketegangan dan ketakutan saat Nell dan kakeknya terpaksa harus berjalan bersama orang yang kelihatan hanya ingin mengeruk manfaat dari mereka, bahkan mengancam akan membawa keduanya kembali ke Quilp. Kita juga diajak dalam hari-hari yang hangat, saat Nell dan kakeknya bertemu dengan orang-orang baik yang membantu mereka setulus hati, meski tak mengetahui latar belakang keduanya. Pun saat perpisahan harus terjadi, keputusan besar harus diambil, dan kerinduan akan rumah membuncah dalam diri orang-orang itu, penulis menceritakan kejadian dan emosi dengan detail yang membuat pembaca ikut merasakan dan masuk ke dalam perjalanan Little Nell.

‘… Forgotten! oh, if the good deeds of human creatures could be traced to their source, how beautifully would even death appear; for how much charity, mercy, and purified affection, would be seen to have their growth in dusty graves!’ (p.537)

Membaca buku ini bukanlah perjalanan yang mudah. Kita dihadapkan pada konflik yang bervariasi, tidak hanya perjalanan Nell dan kakeknya, tetapi juga perjuangan Kit di London, juga Quilp dengan tingkah laku busuk yang tak ada habisnya. Banyak karakter pendukung lain yang berperan dan konflik-konflik ini, seperti kakak beradik Brass, pengacara yang berhubungan dengan Quilp, istri dan mertua Quilp yang menegaskan bagaimana sikap kasar dan buruk pria itu, ibu dan adik-adik Kit, Barbara dan ibunya yang banyak membantu Kit, pelayan Brass yang nantinya akan berperan penting, penyewa di tempat Brass yang juga mencari Nell, dan masih banyak lagi, salah satu yang tak boleh dilupakan adalah Dick Swiveller, salah satu karakter dengan transformasi yang menarik. Segala kerumitan ini masih ditambah lagi suasana kisah yang murung dan hari-hari gelap yang seolah tiada akhir, juga aroma kematian yang kental di sepanjang buku. Akan tetapi, masa-masa mendung yang berkepanjangan itu membuat apa yang akan muncul kemudian terasa jauh lebih hangat dan lebih indah—meski tak bisa dikatakan bahwa buku ini sepenuhnya berakhir bahagia.

But night-time in this dreadful spot!—night, when the smoke was changed to fire; when every chimney spirted up its flame; and places, that had been dark vaults all day, now shone red-hot, with figures moving to and fro within their blazing jaws, and calling to one another with hoarse cries—night, when the noise of every strange machine was aggravated by the darkness; when the people near them looked wilder and more savage; when bands of unemployed labourers paraded the roads, or clustered by torchlight round their leaders, who told them in stern language of their wrongs, and urged them on to frightful cries and threats; when maddened men, armed with sword and firebrand, spurning the tears and prayers of women who would restrain them, rushed forth on errands of terror and destruction, to work no ruin half so surely as their own—night, when carts came rumbling by, filled with rude coffins (for contagious disease and death had been busy with the living crops); when orphans cried, and distracted women shrieked and followed in their wake—night, when some called for bread, and some for drink to drown their cares; and some with tears, and some with staggering feet, and some with bloodshot eyes, went brooding home—night, which, unlike the night that Heaven sends on earth, brought with it no peace, nor quiet, nor signs of blessed sleep—who shall tell the terrors of the night to the young wandering child! (p.445-446)

Sidekick characters

Juli : Sidekick Characters

Juli : Sidekick Characters

A sidekick is a close companion who is generally regarded as subordinate to the one he accompanies. (source)

Walaupun bukan ‘companion’ dalam arti yang literal, Kit Nubbles adalah sidekick character favorit saya dalam buku ini. Kit menyayangi Nell dengan sepenuh hatinya, rasa sayang yang mewujud dalam kesetiaan, pengabdian dan pelayanan. Kit yang pada mulanya selalu menjaga Nell dari depan Old Curiosity Shop saat kakek Nell keluar rumah sepanjang malam untuk berjudi. Kit juga memiliki kualifikasi karakter yang luar biasa, dari kejujurannya, dia berhasil mendapatkan pekerjaan yang bagus dari orang-orang yang nantinya akan berguna untuk Nell. Meski secara fisik Kit terpisah dari Nell, segala yang dilakukannya tak pernah lepas dari pengabdian penuh akan kepentingan bekas majikannya itu. Tak jarang bocah itu menjadi sasaran orang-orang yang hendak memanfaatkan Nell, sehingga Kit harus terjatuh dalam jebakan yang membuat dia dan keluarganya menderita. Namun, hingga akhir, Kit masih setia.

kit

Satu lagi karakter yang sebenarnya bukan sidekick dari karakter utama, tetapi punya peran cukup penting dalam cerita, yaitu Dick Swiveller. Pada mulanya, Dick adalah kawan Frederick Trent, yang nantinya akan bekerja untuk kepentingan Quilp. Dalam perjalanan kisah, banyak hal menimpa Dick yang membuatnya memandang segala sesuatu dengan berbeda. Jika Nell dan Kit digambarkan sebagai karakter yang tanpa cacat, sedangkan karakter-karakter lain digambarkan dalam wilayah hitam, Dick adalah satu dari sedikit yang masuk dalam area abu-abu. Karakter Dick adalah karakter yang paling manusiawi dalam buku ini, tidak sepenuhnya cacat, dan tidak sepenuhnya sempurna. Hingga pada akhirnya, dia mengambil peranan penting yang menjadikannya sebagai pahlawan.

There are chords in the human heart—strange, varying strings—which are only struck by accident; which will remain mute and senseless to appeals the most passionate and earnest, and respond at last to the slightest casual touch. (p.541)

Karya ini dikatakan merupakan salah satu karya Dickens yang paling sentimental, karena buku ini ditulis untuk mengenang adik iparnya yang meninggal dalam usia muda. 4/5 bintang untuk perjalanan yang penuh makna.

Review #27 of Classics Club Project

Review #27 for Lucky No.15 Reading Challenge category Randomly Picked